Senin, 17 Juni 2013

Love Story: Secret Admirer


Aku duduk di seberang lapangan, aku perhatikan para siswa lelaki yang bermain, tetapi pandanganku hanya tertuju pada satu orang.
                "Goooollll...!!!" Hendry bersorak kegirangan, rambutnya yang basah oleh keringat berkilau terkena sinar matahari dan dengan senyum manisnya dia berlari keliling lapangan karena mencetak angka untuk kelasnya. Jantungku berdesir, Aku tersipu...

                Aku Sonya, remaja 16 tahun, seorang siswi SMA, fangirling dan sedang mengagumi seseorang. Ssstt.. ini rahasiaku! hanya Karen, sahabatku yang mengetahui rahasiaku ini. Aku mengerti, mengagumi seseorang secara rahasia mungkin sudah tidak jaman lagi, sudah waktunya mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Tapi itu sangat sulit, apalagi dia adalah cinta pertamaku. Kurasa kalian tahu siapa dia.

                Kulit putih, postur tubuh yang tinggi, paras yang ganteng dan senyum yang manis, sungguh wanita manapun akan meleleh dibuatnya. Hendry, lelaki yang telah lama aku sukai sejak aku duduk di bangku SMP, usianya satu tahun lebih tua dariku. Dia dekat denganku dan sangat perhatian, tetapi perhatiannya yang melebihi kakakku sendiri membuatku menyukainya lebih dari seorang kakak. Apakah dia memiliki rasa yang sama?

                Ku parkir motorku, kulihat henry juga baru saja sampai di sekolah dan parkir di sebelah kananku dengan jarak hanya empat motor dari tempat parkirku, jantungku berdegup kencang saat melihatnya, rasanya aku ingin berlari saja dari tempat parkirku, tapi seluruh tubuhku terasa membeku.
                Hendry membuka helmnya, lalu dia menoleh ke sebelah kanan, dia menoleh ke arahku! lantas saja dia langsung tersenyum dengan senyum manisnya itu. Ya Tuhan, hatiku meleleh dibuatnya.
                "Selamat pagi, Sonya!" ucapnya.
                 Ku balas senyumnya dengan gugup "Pagi.." ucapku dingin sambil berlari menjauhinya.
***
                "Ooh bodohnya aku tadi pagi! harusnya aku menjawab sapanya lebih hangat. Karen, aku harus bagaimana sekarang?" keluhku pada Karen.
                Yah, hanya pada Karen-lah aku mengeluhkan semua masalah cintaku ini. Aku sungguh mengutuk sikapku tadi pagi, harusnya aku tidak bersikap seperti itu kepada Hendry, karena itu pertama kalinya kami bertegur sapa setelah lama putus komunikasi, semenjak aku menyadari perasaanku yang sebenarnya, karena setiap bertemu dengannya jantungku tiba-tiba saja berdegup kecang sekali, bahkan untuk bernafas pun sesak, saat ditanya olehnya aku menjadi gugup dan tak bisa berkata-kata, aku menjadi seolah-olah bersikap dingin padanya, padahal aku tak mau bersikap seperti itu. Aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri saat di dekatnya.

                “Sonya, tenanglah! Sebenarnya, tadi pagi itu adalah kesempatan yang bagus untukmu lebih dekat sama Hendry, kamu harusnya lebih bisa menguasai dirimu sendiri” nasihat Karen.
                 “Oh Karen, itu tidak semudah yang kamu pikirkan! Aku tidak bisa, aku terlalu gugup menghadapinya!” jawabku.
                “Hey Sonya! Apa kamu mau begini terus? Ini semua hanya menyiksa perasaanmu, kamu harus mencobanya! Kalau kamu mau berusaha, pasti ada jalan”.
                “Akan ku coba, tapi aku tidak yakin ini akan berhasil..” keluhku.
                “Oh ayolah Sonya! Semangat!”.

                Seperti yang disarankan Karen, aku pun mulai menjalin hubungan lagi dengan Hendry, kita mulai sering contact dan saling mention di jejaring sosial twitter. Walaupun awalnya masih agak kaku, aku berhasil juga menguasai diriku saat bertemu dengannya. Yap, seperti kata pribahasa “kita bisa, karena biasa”, aku sudah tidak gugup lagi saat bertemu dengan Hendry, dan sepertinya pribahasa itu juga berpengaruh pada perasaanku, bukan lagi suka tetapi aku mulai mencintainya.
Ya, cinta datang karena terbiasa…
***
                Kelas berakhir, sekolah riuh sekali dipenuhi siswa-siswi yang akan pulang. Aku dan Karen berjalan keluar bersama, “Sonya kamu gak bawa motor kan? Bareng aku aja, sekalian jalan-jalan”.
                Belum sempat aku menjawab pertanyaan Karen, Hendry datang menghampiriku dan Karen dengan motor ninjanya dan seperti biasa, rasanya jantungku ini sudah ter-setting untuk selalu berdegup kencang saat di dekat Hendry, mungkin ini berlebihan, tapi begitulah kenyataannya.
                “Hay Sonya, mau bareng gak?” ajak Hendry.
                 “Wah gawat aku lupa ada urusan! kayanya aku duluan dulu nih, bye Sonya! Bye kak Hendry!”. Ah sial, aku tahu Karen sengaja meninggalkanku.
                “Gimana Son? Mau bareng?”tanya Hendry.
                “Iya deh..” Oh God! Thanks, hari ini aku bahagia bukan main.

                Motor Hendry berhenti, terlalu singkat rasanya. Andai saja rumahku lebih jauh lagi. “Makasi ya kak, ayo masuk dulu..” tawarku.
                ”Makasi Son, aku pulang aja. Oiya besok ada acara gak?” tanya Hendry.
                “Gak ada nih, kenapa?” jawabku.
                “Kan besok libur, aku mau ngajak kamu jalan, mau gak?”.
                “Berdua aja? Kemana nih?” padahal sebenarnya hati aku udah lompat-lompat kegirangan, tapi Karen ngajarin aku buat tetep jaga image kalau di depan cowok,jadi aku berusaha tetep jaim.
                “Iya, Mau refreshing aja sih, kan besok libur Son, kalau kamu mau, aku jemput jam 9 ya?”
                “Oke! Sampai ketemu besok ya” jawabku, menutup pertemuan kami hari ini.

                Aku bingung. Aku memang senang hari ini, tapi sikap Hendry membuatku bertambah bingung. Kedekatan kami sudah berlangsung lama, tetapi mengapa Henry belum juga menyatakan cintanya? Bagaimana sebenarnya perasaan Hendry kepadaku? Sikap Hendry seolah memberiku sinyal untuk terus menaruh harapan padanya. Bukan besar kepala, wajarkan aku berpikir seperti itu, semua wanita pasti akan berpikir bahwa lelaki itu memiliki perasaan yang sama. Aku tahu, Hendry memang dekat dengan banyak teman wanitanya, dia tidak pernah pilih teman dan selalu perhatian kepada semua orang. Aku tidak bisa melawan perasaanku, perasaan ini merasuk begitu saja. Mungkin aku akan mengetahui sesuatu besok…
                Jam menunjukkan pukul 08.50 pagi, aku duduk menunggu di ruang tamu dengan dress bergaya vintage. Aku gelisah, layaknya menunggu kekasih yang datang untuk date pertama. So awkward.  Tapi benar, karena ini adalah date pertamaku dengan cinta pertamaku.

                Tak lama, Hendry datang dengan motor ninjanya. Aku segera keluar dan membuka pintu gerbang.”Udah, lama nunggunya?” kata Hendry.”Gak kok, kakak tepat waktu” jawabku, aku segera naik ke motornya dan kami pun langsung berangkat. Hendry bilang dia akan mengajakku ke kafe buku yang dulu biasa kami kunjungi, yah dulu kami memang suka sekali jalan berdua dan setiap ke kafe itu kami bisa menghabiskan berjam-jam hanya untuk mengobrol dan membaca buku bersama, aku suka saat-saat itu, terutama saat dia bercanda dan melucu, terasa hangat saat dia ada di dekatku.

                Kami sampai di kafe buku. Kafe ini tetap sama seperti terakhir aku mengunjunginya dengan henry. Aku mengambil tempat duduk berhadapan dengan Hendry, aku bisa melihat wajahnya dengan jelas, bahkan sangat jelas. Senyumnya, matanya, aku sangat menyukainya.
                “Sonya, kamu mau pesan minum apa? Ice cappuccino kaya biasa?” tanya Hendry.
                “Kak Hendry masih ingat kesukaaanku?” jawabku spontan.
                ” Masih dong Son, gak mungkin lupalah” jawab Hendry. Ini yang membuatku semakin menyukainya, Hendry selalu ingat hal-hal kecil tentangku seperti minuman kesukaanku,makanan kesukaanku, buku favoritku, bahkan saat aku menyembunyikan kesedihanku, dia tahu. Bagaimana mungkin aku tidak menyukainya? Coba saja berikan aku satu alasan untuk tidak menyukainya. Tak ada satupun.
                Ice cappuccino-ku datang dengan white coffe pesanan Hendry. Kami menghabiskan waktu hingga siang dengan mengobrol, bercanda, dan mengingat kembali kenangan kami berdua dulu, aku juga membaca novel favoritku, tak ada yang lebih nyaman dari membaca buku ditemani Hendry.
                Aku teringat. Aku harus bertanya kepada Hendry, sebenarnya dia menganggapku sebagai apa dan bagaimana perasaannya kepadaku?. Kulihat Hendry, dia masih asyik membaca bukunya. Oh Tuhan, aku gugup sekali, apa keputusanku untuk bertanya tepat, jantungku berdegup kencang sekali. Aku menarik napas perlahan, terasa lebih baik.
                “Kak, aku mau tanya..” kataku gugup.
                “Tanya apa, Sonya?” dia memalingkan pandangannya kepadaku.
                Aku terdiam sejenak .
                “Di mata kakak, aku itu seperti apa?”. Sekarang giliran Hendry yang terdiam, dia terdiam cukup lama, lalu di tersenyum kepadaku.
                ”Bagi aku, kamu itu seperti adik yang harus aku jaga, kamu selalu mengerti dan menemani aku, karena sonya sangat manis,  aku menyayangi Sonya seperti adikku sendiri. Oiya Son, minggu depan pacarku balik kesini, aku pengen kenalin dia ke kamu. Aku udah siapin pesta kejutan, kamu datang ya!” dia lalu melanjutkan membaca bukunya .
                Degg!
                Seketika, badanku terasa lemas, tatapanku kosong, mataku terasa panas ingin menangis. Sudah kuduga, dia hanya menganggap aku seperti adiknya, tak perlu kujelaskan lagi bagaimana sakitnya perasaanku, kalian bisa membayangkannya sendiri. Mataku terasa perih menahan air mata, bukan hanya mataku, sepertinya hatiku juga.
                Selama di perjalanan pulang, aku hanya diam dengan tatapan kosong. Hampa, hanya itu yang aku rasakan, tidak ada lagi kehangatan seperti saat berangkat tadi, aku mati rasa. Saat sampai di rumah, aku mengucapkan terima kasih pada Hendry lalu masuk ke dalam rumah. Di kamar, aku menangis sejadi-jadinya, hancur rasanya saat seseorang yang telah lama kamu cintai tidak mencintaimu seperti kamu mencintainya, terutama saat kenyataannya dia mencintai orang lain.
***
                Tak ada yang lebih menyenangkan saat jam istirahat dari melihat Henry bermain sepak bola. Aku sangat menyukainya. Tentu saja, aku masih mencintainya. Meghilangkan perasaanmu pada seseorang itu tidak semudah mengucapkannya, perasaan ini sudah terlanjur melekat pada saraf-saraf perasaanku.   
                Untuk sementara ini sembari aku menghapus perasaanku, aku akan tetap menjadi seorang secret admirer. Aku masih sering curi-curi pandang saat dia ada di kantin, aku selalu memperhatikan setiap suap mie ayam yang dia makan, dan saat dia tiba-tiba tersedak ingin rasanya aku memberikan minumanku padanya walaupun pada akhirnya, aku harus menahan diri. Tapi aku menikmatinya, lagipula sudah tidak ada lagi yang memaksaku mengungkapkan perasaan, aku sudah menceritakan semuanya pada Karen. Awalnya Karen sangat marah pada Hendry, karena telah memainkan perasaanku, tapi aku meyakinkan Keren bahwa Hendry tidak salah.
                Sekarang aku bingung, siapakah yang bertanggung jawab atas semua ini? Kupikir cintalah yang bertanggung jawab. Cinta itu memang tidak selalu indah, kadang dia bisa saja menyakiti, tapi dibalik kisah cinta itu semua, cinta selalu memberikan pelajaran bermakna untuk setiap orang  yang merasakan cinta, karena setiap hal baik dan buruk pasti ada konsekuensi dan hikmah yang tersembunyi.

Tidak ada komentar: