Aku duduk di seberang lapangan, aku perhatikan para siswa
lelaki yang bermain, tetapi pandanganku hanya tertuju pada satu orang.
"Goooollll...!!!"
Hendry bersorak kegirangan, rambutnya yang basah oleh keringat berkilau terkena
sinar matahari dan dengan senyum manisnya dia berlari keliling lapangan karena
mencetak angka untuk kelasnya. Jantungku berdesir, Aku tersipu...
Aku
Sonya, remaja 16 tahun, seorang siswi SMA, fangirling dan sedang mengagumi
seseorang. Ssstt.. ini rahasiaku! hanya Karen, sahabatku yang mengetahui
rahasiaku ini. Aku mengerti, mengagumi seseorang secara rahasia mungkin sudah
tidak jaman lagi, sudah waktunya mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Tapi
itu sangat sulit, apalagi dia adalah cinta pertamaku. Kurasa kalian tahu siapa
dia.
Kulit
putih, postur tubuh yang tinggi, paras yang ganteng dan senyum yang manis,
sungguh wanita manapun akan meleleh dibuatnya. Hendry, lelaki yang telah lama
aku sukai sejak aku duduk di bangku SMP, usianya satu tahun lebih tua dariku.
Dia dekat denganku dan sangat perhatian, tetapi perhatiannya yang melebihi
kakakku sendiri membuatku menyukainya lebih dari seorang kakak. Apakah dia
memiliki rasa yang sama?
Ku
parkir motorku, kulihat henry juga baru saja sampai di sekolah dan parkir di
sebelah kananku dengan jarak hanya empat motor dari tempat parkirku, jantungku
berdegup kencang saat melihatnya, rasanya aku ingin berlari saja dari tempat
parkirku, tapi seluruh tubuhku terasa membeku.
Hendry
membuka helmnya, lalu dia menoleh ke sebelah kanan, dia menoleh ke arahku!
lantas saja dia langsung tersenyum dengan senyum manisnya itu. Ya Tuhan, hatiku
meleleh dibuatnya.
"Selamat
pagi, Sonya!" ucapnya.
Ku balas senyumnya dengan gugup
"Pagi.." ucapku dingin sambil berlari menjauhinya.
***
"Ooh
bodohnya aku tadi pagi! harusnya aku menjawab sapanya lebih hangat. Karen, aku
harus bagaimana sekarang?" keluhku pada Karen.
Yah,
hanya pada Karen-lah aku mengeluhkan semua masalah cintaku ini. Aku sungguh
mengutuk sikapku tadi pagi, harusnya aku tidak bersikap seperti itu kepada Hendry,
karena itu pertama kalinya kami bertegur sapa setelah lama putus komunikasi,
semenjak aku menyadari perasaanku yang sebenarnya, karena setiap bertemu
dengannya jantungku tiba-tiba saja berdegup kecang sekali, bahkan untuk
bernafas pun sesak, saat ditanya olehnya aku menjadi gugup dan tak bisa
berkata-kata, aku menjadi seolah-olah bersikap dingin padanya, padahal aku tak
mau bersikap seperti itu. Aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri saat di
dekatnya.
“Sonya,
tenanglah! Sebenarnya, tadi pagi itu adalah kesempatan yang bagus untukmu lebih
dekat sama Hendry, kamu harusnya lebih bisa menguasai dirimu sendiri” nasihat
Karen.
“Oh Karen, itu tidak semudah yang kamu
pikirkan! Aku tidak bisa, aku terlalu gugup menghadapinya!” jawabku.
“Hey
Sonya! Apa kamu mau begini terus? Ini semua hanya menyiksa perasaanmu, kamu
harus mencobanya! Kalau kamu mau berusaha, pasti ada jalan”.
“Akan
ku coba, tapi aku tidak yakin ini akan berhasil..” keluhku.
“Oh
ayolah Sonya! Semangat!”.
Seperti
yang disarankan Karen, aku pun mulai menjalin hubungan lagi dengan Hendry, kita
mulai sering contact dan saling mention
di jejaring sosial twitter. Walaupun awalnya masih agak kaku, aku berhasil juga
menguasai diriku saat bertemu dengannya. Yap, seperti kata pribahasa “kita
bisa, karena biasa”, aku sudah tidak gugup lagi saat bertemu dengan Hendry, dan
sepertinya pribahasa itu juga berpengaruh pada perasaanku, bukan lagi suka
tetapi aku mulai mencintainya.
Ya, cinta datang karena terbiasa…
***
Kelas
berakhir, sekolah riuh sekali dipenuhi siswa-siswi yang akan pulang. Aku dan
Karen berjalan keluar bersama, “Sonya kamu gak bawa motor kan? Bareng aku aja,
sekalian jalan-jalan”.
Belum
sempat aku menjawab pertanyaan Karen, Hendry datang menghampiriku dan Karen
dengan motor ninjanya dan seperti biasa, rasanya jantungku ini sudah ter-setting untuk selalu berdegup kencang
saat di dekat Hendry, mungkin ini berlebihan, tapi begitulah kenyataannya.
“Hay
Sonya, mau bareng gak?” ajak Hendry.
“Wah gawat aku lupa ada urusan! kayanya aku
duluan dulu nih, bye Sonya! Bye kak Hendry!”. Ah sial, aku tahu Karen sengaja meninggalkanku.
“Gimana
Son? Mau bareng?”tanya Hendry.
“Iya
deh..” Oh God! Thanks, hari ini aku bahagia bukan main.
Motor
Hendry berhenti, terlalu singkat rasanya. Andai saja rumahku lebih jauh lagi. “Makasi
ya kak, ayo masuk dulu..” tawarku.
”Makasi
Son, aku pulang aja. Oiya besok ada acara gak?” tanya Hendry.
“Gak
ada nih, kenapa?” jawabku.
“Kan
besok libur, aku mau ngajak kamu jalan, mau gak?”.
“Berdua
aja? Kemana nih?” padahal sebenarnya hati aku udah lompat-lompat kegirangan,
tapi Karen ngajarin aku buat tetep jaga image kalau di depan cowok,jadi aku
berusaha tetep jaim.
“Iya,
Mau refreshing aja sih, kan besok libur Son, kalau kamu mau, aku jemput jam 9
ya?”
“Oke!
Sampai ketemu besok ya” jawabku, menutup pertemuan kami hari ini.
Aku bingung.
Aku memang senang hari ini, tapi sikap Hendry membuatku bertambah bingung.
Kedekatan kami sudah berlangsung lama, tetapi mengapa Henry belum juga
menyatakan cintanya? Bagaimana sebenarnya perasaan Hendry kepadaku? Sikap Hendry
seolah memberiku sinyal untuk terus menaruh harapan padanya. Bukan besar
kepala, wajarkan aku berpikir seperti itu, semua wanita pasti akan berpikir
bahwa lelaki itu memiliki perasaan yang sama. Aku tahu, Hendry memang dekat
dengan banyak teman wanitanya, dia tidak pernah pilih teman dan selalu
perhatian kepada semua orang. Aku tidak bisa melawan perasaanku, perasaan ini
merasuk begitu saja. Mungkin aku akan mengetahui sesuatu besok…
Jam
menunjukkan pukul 08.50 pagi, aku duduk menunggu di ruang tamu dengan dress bergaya vintage. Aku gelisah,
layaknya menunggu kekasih yang datang untuk date
pertama. So awkward. Tapi benar, karena ini adalah date pertamaku
dengan cinta pertamaku.
Tak
lama, Hendry datang dengan motor ninjanya. Aku segera keluar dan membuka pintu
gerbang.”Udah, lama nunggunya?” kata Hendry.”Gak kok, kakak tepat waktu”
jawabku, aku segera naik ke motornya dan kami pun langsung berangkat. Hendry
bilang dia akan mengajakku ke kafe buku yang dulu biasa kami kunjungi, yah dulu
kami memang suka sekali jalan berdua dan setiap ke kafe itu kami bisa
menghabiskan berjam-jam hanya untuk mengobrol dan membaca buku bersama, aku
suka saat-saat itu, terutama saat dia bercanda dan melucu, terasa hangat saat
dia ada di dekatku.
Kami
sampai di kafe buku. Kafe ini tetap sama seperti terakhir aku mengunjunginya
dengan henry. Aku mengambil tempat duduk berhadapan dengan Hendry, aku bisa
melihat wajahnya dengan jelas, bahkan sangat jelas. Senyumnya, matanya, aku
sangat menyukainya.
“Sonya,
kamu mau pesan minum apa? Ice cappuccino kaya biasa?” tanya Hendry.
“Kak
Hendry masih ingat kesukaaanku?” jawabku spontan.
” Masih
dong Son, gak mungkin lupalah” jawab Hendry. Ini yang membuatku semakin
menyukainya, Hendry selalu ingat hal-hal kecil tentangku seperti minuman
kesukaanku,makanan kesukaanku, buku favoritku, bahkan saat aku menyembunyikan
kesedihanku, dia tahu. Bagaimana mungkin aku tidak menyukainya? Coba saja
berikan aku satu alasan untuk tidak menyukainya. Tak ada satupun.
Ice
cappuccino-ku datang dengan white coffe pesanan Hendry. Kami menghabiskan waktu
hingga siang dengan mengobrol, bercanda, dan mengingat kembali kenangan kami
berdua dulu, aku juga membaca novel favoritku, tak ada yang lebih nyaman dari
membaca buku ditemani Hendry.
Aku
teringat. Aku harus bertanya kepada Hendry, sebenarnya dia menganggapku sebagai
apa dan bagaimana perasaannya kepadaku?. Kulihat Hendry, dia masih asyik
membaca bukunya. Oh Tuhan, aku gugup sekali, apa keputusanku untuk bertanya
tepat, jantungku berdegup kencang sekali. Aku menarik napas perlahan, terasa
lebih baik.
“Kak,
aku mau tanya..” kataku gugup.
“Tanya
apa, Sonya?” dia memalingkan pandangannya kepadaku.
Aku
terdiam sejenak .
“Di
mata kakak, aku itu seperti apa?”. Sekarang giliran Hendry yang terdiam, dia
terdiam cukup lama, lalu di tersenyum kepadaku.
”Bagi
aku, kamu itu seperti adik yang harus aku jaga, kamu selalu mengerti dan
menemani aku, karena sonya sangat manis,
aku menyayangi Sonya seperti adikku sendiri. Oiya Son, minggu depan
pacarku balik kesini, aku pengen kenalin dia ke kamu. Aku udah siapin pesta
kejutan, kamu datang ya!” dia lalu melanjutkan membaca bukunya .
Degg!
Seketika,
badanku terasa lemas, tatapanku kosong, mataku terasa panas ingin menangis.
Sudah kuduga, dia hanya menganggap aku seperti adiknya, tak perlu kujelaskan
lagi bagaimana sakitnya perasaanku, kalian bisa membayangkannya sendiri. Mataku
terasa perih menahan air mata, bukan hanya mataku, sepertinya hatiku juga.
Selama
di perjalanan pulang, aku hanya diam dengan tatapan kosong. Hampa, hanya itu
yang aku rasakan, tidak ada lagi kehangatan seperti saat berangkat tadi, aku
mati rasa. Saat sampai di rumah, aku mengucapkan terima kasih pada Hendry lalu
masuk ke dalam rumah. Di kamar, aku menangis sejadi-jadinya, hancur rasanya
saat seseorang yang telah lama kamu cintai tidak mencintaimu seperti kamu
mencintainya, terutama saat kenyataannya dia mencintai orang lain.
***
Tak ada
yang lebih menyenangkan saat jam istirahat dari melihat Henry bermain sepak
bola. Aku sangat menyukainya. Tentu saja, aku masih mencintainya. Meghilangkan
perasaanmu pada seseorang itu tidak semudah mengucapkannya, perasaan ini sudah
terlanjur melekat pada saraf-saraf perasaanku.
Untuk
sementara ini sembari aku menghapus perasaanku, aku akan tetap menjadi seorang secret admirer. Aku masih sering
curi-curi pandang saat dia ada di kantin, aku selalu memperhatikan setiap suap
mie ayam yang dia makan, dan saat dia tiba-tiba tersedak ingin rasanya aku
memberikan minumanku padanya walaupun pada akhirnya, aku harus menahan diri.
Tapi aku menikmatinya, lagipula sudah tidak ada lagi yang memaksaku
mengungkapkan perasaan, aku sudah menceritakan semuanya pada Karen. Awalnya
Karen sangat marah pada Hendry, karena telah memainkan perasaanku, tapi aku
meyakinkan Keren bahwa Hendry tidak salah.
Sekarang
aku bingung, siapakah yang bertanggung jawab atas semua ini? Kupikir cintalah
yang bertanggung jawab. Cinta itu memang tidak selalu indah, kadang dia bisa
saja menyakiti, tapi dibalik kisah cinta itu semua, cinta selalu memberikan
pelajaran bermakna untuk setiap orang
yang merasakan cinta, karena setiap hal baik dan buruk pasti ada
konsekuensi dan hikmah yang tersembunyi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar