Senin, 17 Juni 2013

Rindu


 (Aku persembahkan tulisan ini untuk siapapun yang sedang merindu…)


                Tahukah kamu? Merindumu begitu menyiksaku. Hari-hari terasa sepi saat aku mengingat kamu tidak ada disini, disisiku. Rasa rindu ini semakin menguatkan cintaku kepadamu, karena setiap detik, jam, dan hari kamu selalu ada dipikiranku. Kamu seperti virus yang menjalar begitu cepat, menyerang otak dan hatiku.

                Tahukah kamu? Jarak ini begitu membunuhku. Terkutuk segala alat komunikasi, aku membutuhkanmu disini, nyata bukan maya. Aku ingin menyentuhmu, menyentuh wajahmu. Aku butuh kamu, butuh tanganmu untuk merangkulku, aku rindu saat kau menggenggam tanganku dan mengusap kepalaku. Aku butuh kamu, untuk menguatkanku atas rindu ini.

                Tahukah kamu? Doaku selalu mengalir untukmu. Aku selalu mendoakanmu, melebihi diriku sendiri. Hanya Tuhan yang tau seberapa besar rinduku padamu. Kepada Tuhan-lah aku berkisah tentang rindu yang selalu membuat dadaku sakit dan sesak. Jangan khawatir, ini bukan karenamu, tapi karena perasaan cintaku yang terlalu besar kepadamu.

                Tahukah kamu? Kenangan tentangmu membuatku selalu ingat kepadamu. Terkadang, teringat hal-hal kecil tentangmu saja sudah membuat dadaku sakit, karena itu semua mengingatkanku kembali pada ketiadaanmu.

                Beginikah rasa sakitnya merindu seseorang? Sakitnya seperti luka tertusuk, tapi tenang saja, suaramu di seberang sana sudah cukup untuk meringankan lukaku. Setiap hari, hatiku bagaikan music  player yang selalu memainkan lagu rindu tentangmu. Setiap melodinya dimainkan dengan penuh cinta, hanya untukmu.

                Tahukah kasih? Aku tak pernah jauh darimu, karena aku akan selalu ada di hatimu. Biarlah, aku yang menanggung rindu ini. Aku tak mau melihatmu sedih melihatku merindukanmu disini. Jadikanlah air mata dan rinduku ini pemacu untukmu agar cepat kembali. Aku akan selalu tegar menantimu dan tetap menjaga cinta kita.

                Cepatlah kembali, kasih. Aku selalu menunggumu. Menunggumu pulang ke pelukanku, menunggumu mengetuk pintu hati ini dan berkata “Aku pulang, aku merindukanmu..”.

Love Story: Secret Admirer


Aku duduk di seberang lapangan, aku perhatikan para siswa lelaki yang bermain, tetapi pandanganku hanya tertuju pada satu orang.
                "Goooollll...!!!" Hendry bersorak kegirangan, rambutnya yang basah oleh keringat berkilau terkena sinar matahari dan dengan senyum manisnya dia berlari keliling lapangan karena mencetak angka untuk kelasnya. Jantungku berdesir, Aku tersipu...

                Aku Sonya, remaja 16 tahun, seorang siswi SMA, fangirling dan sedang mengagumi seseorang. Ssstt.. ini rahasiaku! hanya Karen, sahabatku yang mengetahui rahasiaku ini. Aku mengerti, mengagumi seseorang secara rahasia mungkin sudah tidak jaman lagi, sudah waktunya mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Tapi itu sangat sulit, apalagi dia adalah cinta pertamaku. Kurasa kalian tahu siapa dia.

                Kulit putih, postur tubuh yang tinggi, paras yang ganteng dan senyum yang manis, sungguh wanita manapun akan meleleh dibuatnya. Hendry, lelaki yang telah lama aku sukai sejak aku duduk di bangku SMP, usianya satu tahun lebih tua dariku. Dia dekat denganku dan sangat perhatian, tetapi perhatiannya yang melebihi kakakku sendiri membuatku menyukainya lebih dari seorang kakak. Apakah dia memiliki rasa yang sama?

                Ku parkir motorku, kulihat henry juga baru saja sampai di sekolah dan parkir di sebelah kananku dengan jarak hanya empat motor dari tempat parkirku, jantungku berdegup kencang saat melihatnya, rasanya aku ingin berlari saja dari tempat parkirku, tapi seluruh tubuhku terasa membeku.
                Hendry membuka helmnya, lalu dia menoleh ke sebelah kanan, dia menoleh ke arahku! lantas saja dia langsung tersenyum dengan senyum manisnya itu. Ya Tuhan, hatiku meleleh dibuatnya.
                "Selamat pagi, Sonya!" ucapnya.
                 Ku balas senyumnya dengan gugup "Pagi.." ucapku dingin sambil berlari menjauhinya.
***
                "Ooh bodohnya aku tadi pagi! harusnya aku menjawab sapanya lebih hangat. Karen, aku harus bagaimana sekarang?" keluhku pada Karen.
                Yah, hanya pada Karen-lah aku mengeluhkan semua masalah cintaku ini. Aku sungguh mengutuk sikapku tadi pagi, harusnya aku tidak bersikap seperti itu kepada Hendry, karena itu pertama kalinya kami bertegur sapa setelah lama putus komunikasi, semenjak aku menyadari perasaanku yang sebenarnya, karena setiap bertemu dengannya jantungku tiba-tiba saja berdegup kecang sekali, bahkan untuk bernafas pun sesak, saat ditanya olehnya aku menjadi gugup dan tak bisa berkata-kata, aku menjadi seolah-olah bersikap dingin padanya, padahal aku tak mau bersikap seperti itu. Aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri saat di dekatnya.

                “Sonya, tenanglah! Sebenarnya, tadi pagi itu adalah kesempatan yang bagus untukmu lebih dekat sama Hendry, kamu harusnya lebih bisa menguasai dirimu sendiri” nasihat Karen.
                 “Oh Karen, itu tidak semudah yang kamu pikirkan! Aku tidak bisa, aku terlalu gugup menghadapinya!” jawabku.
                “Hey Sonya! Apa kamu mau begini terus? Ini semua hanya menyiksa perasaanmu, kamu harus mencobanya! Kalau kamu mau berusaha, pasti ada jalan”.
                “Akan ku coba, tapi aku tidak yakin ini akan berhasil..” keluhku.
                “Oh ayolah Sonya! Semangat!”.

                Seperti yang disarankan Karen, aku pun mulai menjalin hubungan lagi dengan Hendry, kita mulai sering contact dan saling mention di jejaring sosial twitter. Walaupun awalnya masih agak kaku, aku berhasil juga menguasai diriku saat bertemu dengannya. Yap, seperti kata pribahasa “kita bisa, karena biasa”, aku sudah tidak gugup lagi saat bertemu dengan Hendry, dan sepertinya pribahasa itu juga berpengaruh pada perasaanku, bukan lagi suka tetapi aku mulai mencintainya.
Ya, cinta datang karena terbiasa…
***
                Kelas berakhir, sekolah riuh sekali dipenuhi siswa-siswi yang akan pulang. Aku dan Karen berjalan keluar bersama, “Sonya kamu gak bawa motor kan? Bareng aku aja, sekalian jalan-jalan”.
                Belum sempat aku menjawab pertanyaan Karen, Hendry datang menghampiriku dan Karen dengan motor ninjanya dan seperti biasa, rasanya jantungku ini sudah ter-setting untuk selalu berdegup kencang saat di dekat Hendry, mungkin ini berlebihan, tapi begitulah kenyataannya.
                “Hay Sonya, mau bareng gak?” ajak Hendry.
                 “Wah gawat aku lupa ada urusan! kayanya aku duluan dulu nih, bye Sonya! Bye kak Hendry!”. Ah sial, aku tahu Karen sengaja meninggalkanku.
                “Gimana Son? Mau bareng?”tanya Hendry.
                “Iya deh..” Oh God! Thanks, hari ini aku bahagia bukan main.

                Motor Hendry berhenti, terlalu singkat rasanya. Andai saja rumahku lebih jauh lagi. “Makasi ya kak, ayo masuk dulu..” tawarku.
                ”Makasi Son, aku pulang aja. Oiya besok ada acara gak?” tanya Hendry.
                “Gak ada nih, kenapa?” jawabku.
                “Kan besok libur, aku mau ngajak kamu jalan, mau gak?”.
                “Berdua aja? Kemana nih?” padahal sebenarnya hati aku udah lompat-lompat kegirangan, tapi Karen ngajarin aku buat tetep jaga image kalau di depan cowok,jadi aku berusaha tetep jaim.
                “Iya, Mau refreshing aja sih, kan besok libur Son, kalau kamu mau, aku jemput jam 9 ya?”
                “Oke! Sampai ketemu besok ya” jawabku, menutup pertemuan kami hari ini.

                Aku bingung. Aku memang senang hari ini, tapi sikap Hendry membuatku bertambah bingung. Kedekatan kami sudah berlangsung lama, tetapi mengapa Henry belum juga menyatakan cintanya? Bagaimana sebenarnya perasaan Hendry kepadaku? Sikap Hendry seolah memberiku sinyal untuk terus menaruh harapan padanya. Bukan besar kepala, wajarkan aku berpikir seperti itu, semua wanita pasti akan berpikir bahwa lelaki itu memiliki perasaan yang sama. Aku tahu, Hendry memang dekat dengan banyak teman wanitanya, dia tidak pernah pilih teman dan selalu perhatian kepada semua orang. Aku tidak bisa melawan perasaanku, perasaan ini merasuk begitu saja. Mungkin aku akan mengetahui sesuatu besok…
                Jam menunjukkan pukul 08.50 pagi, aku duduk menunggu di ruang tamu dengan dress bergaya vintage. Aku gelisah, layaknya menunggu kekasih yang datang untuk date pertama. So awkward.  Tapi benar, karena ini adalah date pertamaku dengan cinta pertamaku.

                Tak lama, Hendry datang dengan motor ninjanya. Aku segera keluar dan membuka pintu gerbang.”Udah, lama nunggunya?” kata Hendry.”Gak kok, kakak tepat waktu” jawabku, aku segera naik ke motornya dan kami pun langsung berangkat. Hendry bilang dia akan mengajakku ke kafe buku yang dulu biasa kami kunjungi, yah dulu kami memang suka sekali jalan berdua dan setiap ke kafe itu kami bisa menghabiskan berjam-jam hanya untuk mengobrol dan membaca buku bersama, aku suka saat-saat itu, terutama saat dia bercanda dan melucu, terasa hangat saat dia ada di dekatku.

                Kami sampai di kafe buku. Kafe ini tetap sama seperti terakhir aku mengunjunginya dengan henry. Aku mengambil tempat duduk berhadapan dengan Hendry, aku bisa melihat wajahnya dengan jelas, bahkan sangat jelas. Senyumnya, matanya, aku sangat menyukainya.
                “Sonya, kamu mau pesan minum apa? Ice cappuccino kaya biasa?” tanya Hendry.
                “Kak Hendry masih ingat kesukaaanku?” jawabku spontan.
                ” Masih dong Son, gak mungkin lupalah” jawab Hendry. Ini yang membuatku semakin menyukainya, Hendry selalu ingat hal-hal kecil tentangku seperti minuman kesukaanku,makanan kesukaanku, buku favoritku, bahkan saat aku menyembunyikan kesedihanku, dia tahu. Bagaimana mungkin aku tidak menyukainya? Coba saja berikan aku satu alasan untuk tidak menyukainya. Tak ada satupun.
                Ice cappuccino-ku datang dengan white coffe pesanan Hendry. Kami menghabiskan waktu hingga siang dengan mengobrol, bercanda, dan mengingat kembali kenangan kami berdua dulu, aku juga membaca novel favoritku, tak ada yang lebih nyaman dari membaca buku ditemani Hendry.
                Aku teringat. Aku harus bertanya kepada Hendry, sebenarnya dia menganggapku sebagai apa dan bagaimana perasaannya kepadaku?. Kulihat Hendry, dia masih asyik membaca bukunya. Oh Tuhan, aku gugup sekali, apa keputusanku untuk bertanya tepat, jantungku berdegup kencang sekali. Aku menarik napas perlahan, terasa lebih baik.
                “Kak, aku mau tanya..” kataku gugup.
                “Tanya apa, Sonya?” dia memalingkan pandangannya kepadaku.
                Aku terdiam sejenak .
                “Di mata kakak, aku itu seperti apa?”. Sekarang giliran Hendry yang terdiam, dia terdiam cukup lama, lalu di tersenyum kepadaku.
                ”Bagi aku, kamu itu seperti adik yang harus aku jaga, kamu selalu mengerti dan menemani aku, karena sonya sangat manis,  aku menyayangi Sonya seperti adikku sendiri. Oiya Son, minggu depan pacarku balik kesini, aku pengen kenalin dia ke kamu. Aku udah siapin pesta kejutan, kamu datang ya!” dia lalu melanjutkan membaca bukunya .
                Degg!
                Seketika, badanku terasa lemas, tatapanku kosong, mataku terasa panas ingin menangis. Sudah kuduga, dia hanya menganggap aku seperti adiknya, tak perlu kujelaskan lagi bagaimana sakitnya perasaanku, kalian bisa membayangkannya sendiri. Mataku terasa perih menahan air mata, bukan hanya mataku, sepertinya hatiku juga.
                Selama di perjalanan pulang, aku hanya diam dengan tatapan kosong. Hampa, hanya itu yang aku rasakan, tidak ada lagi kehangatan seperti saat berangkat tadi, aku mati rasa. Saat sampai di rumah, aku mengucapkan terima kasih pada Hendry lalu masuk ke dalam rumah. Di kamar, aku menangis sejadi-jadinya, hancur rasanya saat seseorang yang telah lama kamu cintai tidak mencintaimu seperti kamu mencintainya, terutama saat kenyataannya dia mencintai orang lain.
***
                Tak ada yang lebih menyenangkan saat jam istirahat dari melihat Henry bermain sepak bola. Aku sangat menyukainya. Tentu saja, aku masih mencintainya. Meghilangkan perasaanmu pada seseorang itu tidak semudah mengucapkannya, perasaan ini sudah terlanjur melekat pada saraf-saraf perasaanku.   
                Untuk sementara ini sembari aku menghapus perasaanku, aku akan tetap menjadi seorang secret admirer. Aku masih sering curi-curi pandang saat dia ada di kantin, aku selalu memperhatikan setiap suap mie ayam yang dia makan, dan saat dia tiba-tiba tersedak ingin rasanya aku memberikan minumanku padanya walaupun pada akhirnya, aku harus menahan diri. Tapi aku menikmatinya, lagipula sudah tidak ada lagi yang memaksaku mengungkapkan perasaan, aku sudah menceritakan semuanya pada Karen. Awalnya Karen sangat marah pada Hendry, karena telah memainkan perasaanku, tapi aku meyakinkan Keren bahwa Hendry tidak salah.
                Sekarang aku bingung, siapakah yang bertanggung jawab atas semua ini? Kupikir cintalah yang bertanggung jawab. Cinta itu memang tidak selalu indah, kadang dia bisa saja menyakiti, tapi dibalik kisah cinta itu semua, cinta selalu memberikan pelajaran bermakna untuk setiap orang  yang merasakan cinta, karena setiap hal baik dan buruk pasti ada konsekuensi dan hikmah yang tersembunyi.

Sabtu, 08 Juni 2013

Life Story: Lukisan Lale


Namaku Lale Adinda Putri, aku berumur 14 tahun, dan duduk di bangku kelas 2 SMP. Hidupku penuh dengan kemewahan, apapun yang aku mau pasti terpenuhi. Kedua orang tuaku adalah seorang penari profesional, mereka memperoleh kekayaan mereka dari tari, bahkan kedua orang tuaku juga dipertemukan karena tari, mereka sangat mencintai tari, tapi tidak denganku.

Seni Lukis, itulah yang kucintai, aku sangat mencintai seni lukis, tapi kedua orang tuaku tidak, mereka tidak menyukainya!, mereka ingin aku juga menjadi penari dan mencintai tari, layaknya mereka, tapi aku tidak bisa.

Setiap  hari, sepulang sekolah aku harus pergi lagi untuk les tari, itu adalah hal yang paling membosankan, saat pulang aku selalu mendapati rumah kosong, hanya ada pembantu, tukang kebun, dan satpam. Bagaimana tidak, orang tuaku selalu pentas di luar kota dan mengadakan tour ke luar negeri dan aku membenci itu semua !

Ketiadaan mereka di rumah kupergunakan untuk mengasah bakatku, melukis. Aku sering sekali menghabiskan waktuku di taman untuk melukis, aku sangat senang, saat melukis aku merasa sangat bebas, seluruh bebanku hilang dengan sekejap, semilir angin, kicauan burung, langit biru aahh itu semua sangat menenangkanku, menghilangkan sedihku dan batinku yang terluka.

Pak Ahmad, supirku, ia selalu mengantarku kemanapun aku mau, ia sangat baik kepadaku, saat ada festival seni, aku selalu meminta pak Ahmad mengantarku kesana. Aku selalu membawa perlengkapan lukisku, karena setiap pergi ke suatu tempat, aku mendapatkan inspirasi untuk melukis.

Ah, ini dia, festival bau nyale, ini yang kutunggu-tunggu. Festival ini mempunyai legenda, yaitu kisah seorang jelita bernama Putri Mandalika, tidak hanya cantik, putri Mandalika juga sangat baik hati, kecantikannya sangat terkenal tidak hanya di kerajaan-kerajaan di pulau Lombok namun juga di seluruh nusantara, banyak pangeran dari berbagai kerajaan tertarik kepadanya karena kecantikannya. Banyak pangeran yang datang melamarnya, bahkan rakyatnya pun memperebutkannya. Akhirnya, terjadilah perang saudara, mereka berperang untuk mendapatkan putri Mandalika, tentu saja putri Mandalika sangat sedih, agar tidak terjadi pertumpahan darah lagi, putri mandalika menceburkan dirinya ke laut dan berubah menjadi nyale,yaitu berupa cacing yang berwarna-warni, nyale ini hanya muncul di pantai Kuta, Lombok Tengah, dan tidak ada di tempat lain.

Inilah pantai Kuta, pasir yang putih, laut yang biru, semua begitu indah.Terlihat seorang lelaki dewasa dengan seorang perempuan muda menggandeng seorang anak perempuan dengan tawa bahagia menyusuri pantai. “Oh, Tuhan, andaikan aku bisa seperti anak perempuan itu, andaikan kedua orang tuaku tidak hanya memikirkan karir mereka! Oh Tuhan, ini tidak adil..”, rintihku dalam hati. Masa kecilku sangat kesepian, bonekaku sangat banyak, namun mereka semua benda mati! Mereka semua tidak bisa menyanyikanku sebelum tidur ataupun mendongeng untukku, mereka tidak pernah menjawabku saat ku tanya, mereka tidak bisa menyuapiku, mereka tidak bisa memberiku obat saat aku sakit, aku seperti gadis gila yang mengajak bonekaku berbicara setiap waktu dan sesekali menyuruhnya mencicipi teh buatanku. Aku sangat tertekan, air mataku mengalir pertanda perih yang kurasakan. “Lale, kenapa nangis ?” tanya pak Ahmad panik, “Enggak pak, ini tadi mata saya kelilipan..” jawabku, sambil mengusap air mata. “Pak, kita pulang aja yah ?”, pak Ahmad tersenyum dan hanya mengangguk lalu membereskan perlengkapan lukisku, kami pun pulang menjauhi pantai pasir putih itu.
****

Sinar matahari mulai menyinari kamar merah mudaku, dengan boneka teddy yang memenuhi setiap sudut kamarku, sinar matahari yang biasanya hangat tak terasa hangat bagiku pagi ini, perlahan aku bangkit dari tempat tidurku untuk segera mandi. Di ruang makan, bik Siti sudah menyiapkan roti keju kesukaanku, roti keju yang biasanya terasa enak kini terasa hambar, bahkan tubuhku seperti tidak bernyawa.

Mobil melesat menuju sekolah, sesampai di sekolah, aku ke kelas dan hanya duduk sambil terdiam melihat ke arah jendela. Rupanya bu Ratna, guru kesenianku memperhatikanku, ia mengajakku ke ruang guru, dan bertanya banyak padaku. Bu Ratna adalah guru yang paling aku senangi, karena ia mengajarkanku banyak teknik melukis, tentu saja ia tahu bakat melukisku.

“Sebenarnya, apa yang terjadi Lale ? mengapa kamu hanya terdiam saja di kelas ? apa kamu mempunyai masalah ? ceritakan pada ibu..”, tanya bu Ratna lembut, “Saya begitu tersiksa bu, di satu sisi saya sangat senang orang tua saya sering pergi ke luar kota, karena saya bisa leluasa melukis dan mengasah bakat saya, tapi di sisi lain, saya sangat merindukan kehadiran mereka, saya merindukan kasih sayang mereka, tapi saya juga ingin mereka mengerti kalau saya ingin terus melukis bukan menari”, jawabku lirih, hampir menangis. Bu Ratna begitu mengerti perasaanku, ia seperti orang tua kedua bagiku. “Kalau begitu, Lale harus buktikan kalau Lale bersungguh-sungguh untuk melukis, Lale harus buktikan ke orang tua Lale bahwa melukis adalah impian Lale, Lale harus tetap semangat !”. Hatiku tenang bisa berbagi cerita dengan bu Ratna, aku semakin bersemangat untuk terus melukis.

Hari demi hari aku jalani dengan semangat lagi, aku semakin bersemangat untuk terus melukis, aku terus mengingat pesan bu Ratna, aku tidak akan pernah putus asa lagi. Aku akan terus melukis, setiap ada kesempatan, aku meminta bu Ratna untuk mengajarkanku teknik melukis yang baik dan benar. “Hebat Lale ! kamu semakin mahir melukis, lukisanmu begitu lembut dan tulus, itu yang sangat ibu sukai”. Senang rasanya bu Ratna memujiku seperti itu, karena orang tuaku tidak pernah melakukan hal yang sama seperti bu Ratna.

****

Hebat, pagi ini roti keju kesukaanku tidak lagi terasa hambar !, senang rasanya bisa semangat kembali. Minggu pagi ini terlihat lebih cerah, aku mulai melukis lagi di taman. Berjam-jam aku habiskan, dan aku mulai lelah, aku masuk untuk mengambil makanan dan jus, tapi saat melewati ruang keluarga, aku melihat sebuah album yang berukuran cukup besar dan terlihat usang di bawah meja, aku mendekat dan mengambilnya. Album itu sangat berdebu, aku berlari mengambil kemoceng lalu kubersihkan album itu. “Hachooouu!!”, debunya yang banyak cukup membuatku tidak berhenti bersin.

Perlahan kubuka album itu, mataku terpana melihat kumpulan foto-foto yang tertempel rapi disitu, di album itu ada aku sewaktu aku baru saja lahir, saat aku mulai merangkak, saat aku perpisahan TK, saat aku bermain di pantai. Wah, tak kusangka ternyata sewaktu aku kecil aku begitu menggegamaskan.

Aku terdiam pada satu foto, itu adalah fotoku, kakakku dan kedua orang tuaku, sudah lama sekali kami tidak pernah berfoto bersama seperti pada foto ini, aku merindukannya, aku sangat merindukannya. Ku ambil foto itu dari album, ku bawa keluar taman lalu aku mulai melukisnya, aku ingin memberikan lukisanku ini untuk kedua orang tuaku agar mereka percaya bahwa aku bersungguh-sungguh untuk melukis.

****

Hari-hari berlalu, orang tuaku pulang, dan lukisan ku telah selesai, aku besyukur lukisan selesai tepat waktu. Kusambut mereka dengan hangat, lalu ku serahkan sebuah bingkisan kepada mereka. “Apa ini, Lale?”, tanya mama, aku hanya tersenyum, lalu dibukanya bingkisan itu, dilihatnya lukisanku, mama terdiam cukup lama. “Ma, ini Lale yang lukis, Lale melukis ini dari foto kita dulu, Lale cuma pengen Mama sama Papa tau, kalau Lale sungguh-sungguh pengen melukis, ini impian Lale. Menari bukan impian Lale !, Lale nggak mau Papa sama Mama benci seni lukis, bukannya seni lukis dan seni tari adalah kebudayaan yang harus sama-sama kita jaga, maka dari itu, Lale pengen Mama sama Papa dukung Lale melukis, Lale juga pengen Mama sama Papa selalu ada buat Lale, Lale kesepian di rumah.. Lale pengen kita liburan sama-sama.. Lale nggak mau sendiri.. Lale kangen Mama sama Papa..”, suaraku semakin terisak karena tangisku yang tak terbendung lagi. Mama dan Papa memelukku, mereka memelukku sangat erat. “Ma’afin Mama sama Papa yah Lale, kamu boleh kok tetap melukis”, jawab Mama haru.
****

Pada akhirnya aku mengerti bahwa belajar tentang kebudayaan kita itu sangat penting, kini aku mau belajar seni tari, ternyata sangat menyenangkan bisa belajar banyak tari, selain menambah wawasan aku juga bisa mengajarkan seni tari itu kepada anak cucuku kelak, tapi tentu saja aku akan tetap melukis dan terus melukis.


Thanks guys! semoga kalian suka cerita aku ;)

Love Story: Kado Terakhir

Hay Readers, udah lama banget gue gak posting blog karena kesibukan gue buat ujian kemarin dan akhirnya hari ini gue bisa come back!. Oiya, hari ini gue mau share love story buat kalian, masih belajar juga tapi semoga kalian suka ;)

Cinta bagi sebagian remaja pasti hal yang sangat indah, terutama bagi yang baru pertama kali jatuh cinta, tapi disamping keindahan cinta banyak hal berat yang harus dilalui untuk mempertahankannya. Saat lo pertama kali jatuh cinta, lo akan belajar mencintai, belajar tersakiti, dan belajar merelakan. Hal inilah yang dialami seorang remaja yang hari ini gue ceritakan, nama tokohnya gue samarkan untuk menjaga privacy masing-masing.

Oke guys, enjoy the story!
****

Kisah ini begitu membekas bagiku. Kusimpan rapi dalam hati dan kupatri bersama kenangan indahnya. Kisah ini berawal dari serba pertama, pertama kali duduk di bangku SMP, pertama kali belajar rumus aljabar, pertama kali memakai seragam putih-biru, dan pertama kali jatuh cinta…

Andre, laki-laki inilah yang mengenalkanku tentang arti jatuh cinta. Tubuhnya berpostur kecil sangat berbeda denganku yang berpostur tinggi, kulitnya sawo matang, sifatnya yang perhatian dan dengan parasnya yang lucu. Walaupun bertubuh kecil, Andre paling jago dalam memainkan bola basket di lapangan, dan itulah salah satu alasan yang membuat aku kagum padanya.

Awalnya kami tidak saling kenal, namun karena entah apa itu, dia menjadi sering mengejekku dan mengusiliku. Aku sempat jengkel dengan sikapnya kepadaku, namun lama kelamaan aku mulai terbiasa dengan tingkah lakunya, dan tak disangka hal itulah yang memulai kedekatanku dengannya. Kami menjadi lebih sering bertegur sapa, walau hanya untuk saling mengejek, padahal awalnya aku sangat benci kepadanya karena sikapnya yang aneh dan sangat usil, tanpa kusadari perasaan benci itu berubah menjadi suka.

Suatu hari, salah satu temanku berteriak di depan Andre, “Ndree, ada salam dari Ella!” aku sangat malu, wajahku merah padam menahan malu dan marah, namun tak disangka ia menjawab “Oh iyaa, salam balik..” serentak teman-temanku berkata “Cieeee…”, dan dari situlah kisahku dengannya bermulai, walau dengan perbedaan diantara kami.

Perbedaan fisik yang ada tak mengurangi perasaanku padanya. Kadang aku lelah menanggapi pernyataan buruk tentangnya, “Kenapa sih kamu suka sama dia? dia kan kecil trus gak ganteng-ganteng amat lagi..” tapi aku hanya menanggapi “Gak tau deh, aku juga bingung..” hanya senyuman serta sedikit candaan yang mampu aku berikan saat menanggapi itu semua. Bagiku, cinta itu bukan masalah gengsi, tapi soal kesetiaan dan ketulusan hati, perbedaan fisik tak membuat perasaan kami berbeda pula.

13 Februari 2011. Mentari bersinar cerah menembus jendela bahkan hingga sampai di relung hati ini. Hari ini aku akan mengadakan tour ke beberapa tempat, salah satunya ke sebuah pantai indah berpasir putih, Pantai Kuta. Walau perjalanan yang panjang dan sempat ditemani awan mendung, tak menyurutkan semangatku karena tentu saja Andre ikut dalam tour ini, walau dia tidak berada dalam satu bis denganku.

Ini dia, pantai indah yang memanjakan mata pengunjungnya, dengan pesona alam yang membuat hati begitu damai. Aku dan teman-teman berhamburan keluar bis, tak sabar rasanya menginjakkan kakiku diatas pasir putih. Disana kami beristirahat, berfoto, bermain dan bersendau gurau bersama, sungguh tour yang tak terlupakan.

14 Februari 2011. Hari ini Andre memberikanku sebuah gelang, gelang berwarna hitam yang dihiasi batu berwarna hijau, gelang itu sengaja ia beli saat tour kemarin. Walaupun ini tak seberapa, namun sungguh berarti bagiku. Ya, hadiah valantine pertama dari orang yang aku kasihi.

11 April 2011. Today is my birthday! Sungguh aku merasakan langit tampak lebih cerah dari biasanya. Hari ini Andre menghampiriku, ia memberikanku bingkisan terbungkus kertas kado dan pita berwarna merah muda, warna favoritku. “Selamat ulang tahun yah..” ucapnya, “Iya, makasi yaa” jawabku. Saat aku menerima kado darinya, tanganku terasa gemetar, rasanya seperti ada bom yang siap meledak di dadaku, dan berubah menjadi luapan bunga-bunga indah yang bertebaran, tak dapat aku ungkapkan dalam kata-kata. Namun ternyata inilah akhir dari segalanya, kado ini adalah kado pertama dan terakhir darinya…

12 April 2011. Kisahku berakhir.. aku merasa tak cocok lagi, kedua orang tuaku tak menyukai hubungan ini. Semua harus terhenti, semua kenangan, segala perasaan. Tak ada lagi “Kita” kini hanya ada  “Aku”. Dalam bisu aku menangis, dan dalam pedih ini aku harus mengubur segala kenangan.

Walau kisah ini berakhir, namanya akan selalu terselip di setiap aliran doaku, aku tak akan terlarut dalam kesedihan ini, karena aku tahu, tuhan menciptakan segalanya dengan berpasangan, wanita dengan pria, pensil dengan penghapus, begitu pula pertemuan, selalu ada perpisahan yang mengikutinya, entah itu maut ataupun takdir.


Thanks guys. Tunggu love story gue selanjutnya ya ;)